Sabtu, 14 Mei 2011

kultur jaringan jeruk


BAB I
PENDAHULUAN
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah:
1)Pembuatan media
2) Inisiasi
3) Sterilisasi
4) Multiplikasi
5) Pengakaran
6) Aklimatisasi
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Keunggulan inilah yang menarik bagi produsen bibit untuk mulai mengembangkan usaha kultur jaringan ini. Saat ini sudah terdapat beberapa tanaman kehutanan yang dikembangbiakkan dengan teknik kultur jaringan, antara lain adalah: jati, sengon, akasia, dll.
Bibit hasil kultur jaringan yang ditanam di beberapa areal menunjukkan pertumbuhan yang baik, bahkan jati hasil kultur jaringan yang sering disebut dengan jati emas dapat dipanen dalam jangka waktu yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan tanaman jati yang berasal dari benih generatif, terlepas dari kualitas kayunya yang belum teruji di Indonesia. Hal ini sangat menguntungkan pengusaha karena akan memperoleh hasil yang lebih cepat. Selain itu, dengan adanya pertumbuhan tanaman yang lebih cepat maka lahan-lahan yang kosong dapat c
Manfaat kulur jaringan.
·         Pengadaan bibit tidak tergantung
·         Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)
·         Bibit yang dihasilkan seragam
·         Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)
·         Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah
·         Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan lainnya
Buah jeruk merupakan salah satu jenis buah buahan yang paling banyak digemari oleh masyarakat kira. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika perkembangan tanaman jeruk pada dekade 1970 – 1980 mengalami perubahan populasi yang cukup tajam. pada saat itu sebagian besar petani buah menyadari bahwa komoditas buah jeruk memang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat, terutama jenis komoditas jeruk keprok yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Description: http://kultur-jaringan.co.cc/wp-content/uploads/2010/10/budidaya-jeruk-300x225.jpg
Pohon jeruk sudah banyak ditanam di indonesia, dan ternyata cocok dan mudah beradaptasi hampir di seluruh kepulauan indonesia, yakni mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah dan iklim yang sesuai dengan persyaratan tumbuh. dari berbagai pengakuan para petani jeruk di pulau jawa yang sudah berhasil, ternyata keberhasilan bertanam jeruk tidak lepas dari pengalaman dan pengamatan terhadap keadaan tanah, iklim, kebutuhan cahaya matahari, kelembaban udara, ketinggian tempat dan jenis jeruknya.
BAB II
PEMBAHASAN
Jeruk merupakan komoditas pertanian yang penting saat ini dan menempati posisi teratas dalam bidang agroindustri, baik sebagai buah segar maupun dalam bentuk olahan. Menurut Jumin (1997) permintaan jeruk terus meningkat karena harganya yang ekonomis dan banyak mengandung vitamin C, sehingga produksi jeruk belum mencukupi kebutuhan konsumsi jeruk dalam negeri. Hal ini merupakan tantangan dan peluang yang baik bagi para petani, pengusaha jeruk dalam meningkatkan produk sijeruk. Manfaat tanaman jeruk sebagai makanan buah segar atau makanan olahan dimana kandungan vitamin C yang cukup tinggi. Di beberapa negara telah ada diproduksi minyak dari kulit dan biji jeruk, gula tetes, alkohol dan pektin dari buah jeruk yang terbuang. Minyak kulit jeruk dipakai untuk membuat minyak wangi, sabun wangi, esens, minuman dan untuk campuran kue dan dapat juga digunakan sebagai obat tradisional
Untuk meningkat produksi jeruk ini dibutuhkan bibit yang baik dan unggul untuk mendapatkan bibit unggul ini dapat dilakukan dengan cara kultur jaringan. Dalam budidaya tanaman dengan menggunakan teknik kultur jaringan, pemberian zat pengatur tumbuh dalam media tanam dan pemilihan eksplan sebagai bahan inokulum awal yang ditanam dalam media perlu diperhatikan karena mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan eksplan tersebut menjadi bibit yangbaru.
Kultur jaringan/Kultur In Vitro/Tissue Culture adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik,sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman sempurna kembali.
Menurut Gunawan (1988), arah pertumbuhan dan perkembangan atau regenerasi eksplan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: komposisi media serta jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh, bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan dan lingkungan tempat eksplan dikulturkan. Medium yang digunakan untuk membiakan potongan jaringan tersebut mengandung makanan berupa unsur – unsur hara makro dan mikro.
Penggunaan eksplan dari jaringan muda lebih sering berhasil karena sel-selnya aktif membelah, dinding sel tipis karena belum terjadi penebalan lignin dan selulose yang menyebabkan kekakuan pada sel. Gunawan (1995) menyatakan bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai eksplan adalah : pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil. Menurut Wattimena (1992) perbedaan dari bagian tanaman yang digunakanakan menghasilkan pola    pertumbuhan yang berbeda. Eksplan tanaman yang masih muda menghasilkan tunas maupun akar adventif lebih cepat bila dibandingkan dengan bagian yang tua.
Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyaratan untuk mendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan. Yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Ada dua penggolongan media tumbuh: media padat dan media cair. Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar. Nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan.
Unsur makro dan mikro digunakan dalam bentuk senyawa garamnya. Sedangkan vitamin yang berfungsi untuk pertumbuhan umumnya dari kelompok vitamin B (B1, B6 dan B12). Pembentukan embrio somatik atau penggandaan tunas memerlukan zat pengatur tumbuh dari jenis sitokinin dan auksin. Medium yang digunakan dapat berupa cairan atau padatan dengan menambahkan agar. Media dalam botol yang berisi potongan jaringan kemudian ditempatkan dalam ruang dengan suhu dan kelembapan ruang nisbi yang terkontrol (berAC), dengan pencahayaan 12 jam per hari yang berasal dari lampu neon dengan intensitas cahaya antara 3.000 – 10.000 luks.
Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat dan merubah proses fisiologi tumbuhan (Abidin, 1995). Auksin dan sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang sering ditambahkan dalam media tanam karena mempengaruhi pertumbuhan dan organogenesis dalam kultur jaringan dan organ. Menurut Wattimena (1992) auksin sintetik perlu ditambahkan karena auksin yang terbentuk secara alami sering tidak mencukupi untuk pertumbuhan jaringan eksplan. Auksin mempunyai peranan terhadap pertumbuhan sel, dominasi apikal dan pembentukan kalus. Kisaran konsentrasi auksin yang biasa digunakan adalah 0,01–10ppm.
Naphthalene Acetic Acid (NAA) adalah auksin sintetik yang sering ditambahkan dalam media tanam karena mempunyai sifat lebih stabil daripada Indol Acetic Acid (IAA). Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) IAA dapat mengalami degradasi yang disebabkan adanya cahaya atau enzim oksidatif. Oleh karena sifatnya yang labil IAA jarang digunakan dan hanya merupakan hormon alami yang ada pada jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Sedangkan NAA tidak mudah terurai oleh enzim yang dikeluarkan sel atau pemanasan pada proses sterilisasi.
Sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang berperan dalam mengatur pembelahan sel serta mempengaruhi diferensiasi tunas pada jaringan kalus. Menurut Mariska et al., (1987) Benzyl Adenine (BA) merupakan zat pengatur tumbuh sintetik yang daya rangsangnya lebih lama dan tidak mudah dirombak oleh sistem enzim dalam tanaman. BA dapat merangsang pembentukan akar dan pembentukan tunas.
Penambahan auksin dan sitokinin secara kombinasi telah berhasil dilakukan terhadap beberapa spesies tanaman. Welander (1997) dalam Asmirda (1993) membuktikan bahwa rasio NAA dan BA yaitu 10 : 1 efektif untuk induksi tunas dan akar Begonia sp. Wijono dalam Prahardini dan Sudaryono (1992) membuktikan bahwa penambahan 3 mg/l NAA dan 2 mg/l BA efektif untuk induksi kalus pepaya dan jumlah kultur perkalus meningkat dengan peningkatan NAA dari 1 mg/l – 3mg/l.
Berdasarkan kebutuhan zat pengatur tumbuh untuk pembentukan kalus, maka dalam media tanam perlu ditambahkan auksin dan sitokinin. Interaksi kedua zat ini mempengaruhi pertumbuhan, morfogenesis dalam kultur sel, kultur jaringan dan organ. Konsentrasi dari kedua zat pengatur tumbuh ini sering mengendalikan bentuk dan jumlah pertumbuhan suatu kultur, baik pertumbuhan kalus atau organogenesis. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui respon eksplan daun tanaman jeruk manis secara invitro akibat pemberian NAA dan BA.
Teknik sterilisasi
Pertama dilakukan sterilisasi terhadap alat dan bahan. Semua alat yang digunakan untuk pembuatan medium, alat diseleksi dan alat transfer yang akan digunakan disterilisasi dengan stoma. Untuk botol kultur, dicuci bersih dan direndam dalam larutan disenfektan selama 24 jam dan dikeringkan. Setelah itu dimasukkan ke dalam oven selama 24 jan dan siap digunakan. Selanjutnya dilakukan sterilisasi eksplan, pertama biji jeruk dibersihkan dengan detergen dan dibilas dengan air bersih yang mengalir selama 15-30 menit. Selanjutnya dilakukan sterilisasi di dalam LAFC, yaitu dengan mrendam biji jeruk ke dalam alkohol 70 % selama 1-2 menit, kemudian dibilas dengan air destilata 3-5 kali. Kemudian biji jeruk disterilisasikan lagi dengan meggunakan desinfektan 30 % selama 5 menit dan setelah itu dicuci lagi dengn air destilata 3-5 kali.
Teknik pembuatan medium
Pertama dilakukan penimbangan sukrosa sebanyak 15 gram dan agar sebanyak 3,5 gram. Kemudian diambil erlenmayer yang sudah steril dan diletakkan diatas hotplate yang belum dihidupkan. Kedalam erlenmayer tersebut dilakukan pengisian secara berturut-turut, yaitu 25 ml hara makro, 2.5 ml hara mikro , 2.5 ml zat besi dan zat pengkelat, 2.5 ml vitamin dan 5 ml myo inositol. Setelah semua komposisi tersesdbut dimasukkan ke dalam erlenmayer, lalu ditambahkan air sebanyak 462.5 ml dan dimasukkan magnetik stirer. Selanjutnya hotplate di hidupkan, dan dimasukkan sukrosa dan qagar yang sudah ditimbang sebekumnya. Setelah sukrosa dan agar homogen, dilakukan pengukuran pH. Jika pH masih dibawah 5.5 maka ditambahkan NaOH 0.1 N sampai pH menjadi 6. setelah pH mencapai 6, medium dibiarkan sampai masak. Setelah masak, medium terebut dimasukkan ke dalam botol kultur sebanyak 60 buah dan disimpan di dalam ruang kultur.
Sebelum menanam, terlebih dahulu dilakukan sterilisasi ruang tanam dengan menyemprotkan ruang tersebut dengan alkohol 70 %. Selanjutnya alat-alat transfer seperti pinset, pisau scaple, cawan petri, botol kultur, media dan alat lain yang dibutuhkan ditempatkan di dalamLAFC dan dilakukan penyinaran dengan lampu UV untuk sterilisasi lanjurtan selama 45-60 menit. Kemudian eksplan yang sudah disterilisasikan ditanam kedalam botol kultur yang telah berisi media tanam, lalu botol kultur ditutup dengan selotip bening dengan rapat dan kedap udara sehingga tidak terjadi kontaminasi pada hasil yang telah dikerjakan. Lalu botol-botol yang sudah ditanami eksplan ditempatkan diruang inkubasi selama 7 hari dan dilakukan pengamatan setiap minggu untuk mengetahui respon eksplan yang ditanam pada medium yang digunakan
Pemeliharaan
Biji jeruk yang telah ditanam dalam botol kemudian disimpan dalam ruangan pertumbuhan. Dalam ruangan ini suhu diatur konstan dan juga dilengkapi dengan lampu yang bertujuan sebagai pengganti sinar matahari.



DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, I.W. 1995. Teknik In vitro Dalam Hortikultura. Penerbit Swadaya:
Jakarta
Heddy, S. 1986. Hormon Tumbuh. Grafindo Persada: Jakarta
Hendaryono, D.P.S dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur jaringan Perbanyakan
dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif. Kanisius: Yogyakarta



















 

















1 komentar: